Pemukulan Wartawan Bukti “Polri Presisi” Hanya Lips Services.
Oleh : Marianus Gaharpung, dosen FH Ubaya Surabaya.
Peristiwa pemukulan oleh oknum- oknum polisi terhadap wartawan yang sedang menjalankan profesi kewartawanan menunjukan arogansi dan keseweng wenang polisi.
Polisi memakai seragam dan persenjataan dari uang rakyat untuk menjaga dan melindungi rakyat bukan untuk mengancam dan memukul rakyat termasuk wartawan.
Fakta hukum yang dialami jurnalis Floresa yang bernama Herry yang sedang meliput aksi unjuk rasa warga di Poco Leok, Kabupaten Manggarai pada 2 Oktober dimana ponselnya dirampas oleh polisi bahkan dipukul sampai pipi sang wartawan lebam.
Pertanyaannya, dimana letak kesalahan wartawan?
Apakah foto- foto dan video terhadap keadaan aksi unjuk rasa warga menolak proyek Geotermal adalah tindakan yang melanggar undang undang pers dan kitab undang undang hukum pidana?
Ingat oknum aparat polisi bersikap arogansi
membuktikan tidak menghargai kerja awak media.
Harusnya oknum polisi paham undang undang pers dan tugas polisi mengayomi dan melindungi warga, maka
tidak akan terjadi peristiwa yang merendahkan profesi polisi yang presisi pada tanggal 2 Oktober berupa penganiayaan terhadap insan pers yang bernama Herry.
Ketentuan Pasal 8 Undang- Undang 40 Tahun 1999 tentang Pers dijelaskan “dalam menjalankan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum”.
Oknum polisi yang menganiaya oknum wartawan yang bernama Herry tunjukan kesalahan wartawannya.
Jika tidak maka oknum polisi harus dikenakan sanksi pidana penganiayaan.
Padahal jika oknum polisi tidak arogan dan punya otak (nalar) tidak akan terjadi peristiwa penganiayaan.
Justru oknum oknum polisi memberikan perlindungan yang mendasar, menyeluruh dan profesional terhadap profesi wartawan.
Karena sepanjang wartawan menjalankan tugasnya berdasarkan UU Pers, Kode Etik Jurnalistik dan Peraturan Dewan Pers, terhadap wartawan tidak dapat dikenakan pidana.
Pemaknaan ini tidaklah berarti profesi wartawan imun terhadap hukum.
Profesi wartawan tetap harus tunduk dan taat kepada hukum.
Tetapi sesuai dengan ketentuan hukum sendiri, sebagaimana diatur dalam UU Pers, wartawan tidak dapat dipidana.
Ada tidaknya kesalahan pers, pertama-tama harus diukur dengan UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik.
Jika wartawan memang melakukan kesalahan yang tidak diatur dalam UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik, barulah wartawan dapat dikenakan sanksi.
Oleh karena itu, Dewan Pers harus segera bersurat ke Kapolri tembusan Kapolda Ntt, Kapolres Manggarai agar oknum oknum polisi yang menganiaya Herry yang sedang melaksanakan kerja wartawan segera diberikan sanksi yang berat. Karena melakukan perbuatan pidana penganiayaan.
Perbuatan oknum oknum polisi di Polres Manggarai tersebut merendahkan makna POLRI PRESISI yaitu polisi yang prediktif, responsibiltas, transparan dan berkeadilan.
Warga akhirnya menilai slogan Polri yang presisi hanya untuk enak di mulut alias lips service.
GELSONIELA _ PATROLINEWS86.COM