Gegara Tebang Pohon Di Hutan Gunung Mutis, Kelompok Tani TTS Disanksi Adat.
Patrolinews86com – Timor Tengah Selatan – Masyarakat adat Desa Fatumnasi, Kecamatan Fatumnasi, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT), menggelar ritual adat untuk memberikan sanksi adat kepada Kelompok Tani Hutan (KTH) Tun Feu karena menebang pohon di kawasan Cagar Alam Gunung Gunung Mutis.
Mereka menebang pohon di sana untuk membuat kebun.
Agenda ritual adat, itu dilaksanakan pada kemarin hari Jumat (26/7/2024) di kawasan Cagar Alam Gunung Mutis yang dihadiri oleh Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) NTT, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) NTT, UPTD Kesatuan Pengelolaan Hutan Wilayah TTS, aparat Desa Fatumnasi, tokoh adat, masyarakat Desa Fatumnasi dan pengurus gabungan Kelompok Tani Hutan Tun Feu.
Kepala Balai BBKSDA NTT, Arief Mahmud, menjelaskan denda yang diberikan itu antara lain satu keping koin perak, satu botol sopi, satu ekor babi, satu ekor ayam merah, beras 40 kilogram, uang kertas senilai Rp 50.000, dan selendang tenunan adat sebanyak tujuh lembar.
Pelaksanaan sanksi adat terhadap pelanggaran yang dilakukan di dalam kawasan Hutan Cagar Alam Mutis merupakan implementasi pengelolaan kawasan konservasi berbasis tiga pilar yaitu : pemerintah, masyarakat adat, dan tokoh agama, tegas Arief dalam keterangan resminya yang diperoleh awak media kakorwil NTT patrolinews86com : Gregorius Cristison Bertholomeus, S.H.,M.H Sabtu (27/7/2024).
Arief mengungkapkan ritual adat itu dipimpin oleh Ketua Adat Desa Fatumnasi, Yusman Oematan, yang dimulai dengan tutur adat, penyerahan sopi dan uang perak kepada BBKSDA NTT.
Hal ini tentunya sebagai simbol pengakuan bersalah, permohonan maaf, dan janji, untuk tidak mengulangi kembali pelanggaran yang sudah terjadi.
Bagi orang Timor, Arief berujar, kawasan Cagar Alam Gunung Mutis diakui sebagai ibu yang telah memberikan kehidupan kepada masyarakat.
Sehingga kelestariannya dijaga ketat agar terus memberikan kehidupan.
Kami sangat menghargai dan menghormati atas penjatuhan sanksi adat ini sebagai implementasi pengelolaan kawasan berbasis tiga pilar, ungkap Arief.
Lanjutnya ia menerangkan ritual adat itu juga mempunyai nilai kesakralan yang tinggi sebagai warisan leluhur yang harus dipegang teguh oleh seluruh masyarakat adat Mutis dengan harapan sanksi tersebut menjadi yang terakhir kalinya dilaksanakan.
Semuanya harus berkomitmen untuk memegang teguh adat istiadat ini.
Saya berharap sanksi adat tersebut dapat memberikan efek jera sehingga di kemudian hari masih terdapat pelanggaran terhadap kawasan hutan, maka kepada pelaku akan dilakukan penyelesaiaan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, tegas Arief.
Sedangkan kepala DLHK NTT : Ondy Christian Siagian, menegaskan bahwa apabila di kemudian hari ditemukan pelanggaran oleh seluruh anggota Gapoktanhut Tunfeu sebelum maupun sesudah Izin Perhutanan Sosial keluar, maka akan diproses sesuai hukum yang berlaku.
Sampai saat ini, izin perhutanan sosial masih dalam proses sehingga seluruh anggota Gapoktanhut Tunfeu harus menghentikan aktivitas terkait perhutanan sosial, terang Ondy.
Ondy menambahkan kelestarian hutan ialah tanggung jawab bersama melalui partisipasi aktif dan aksi nyata untuk menjaga dan melestarikan kawasan hutan.
Keberadaan kawasan hutan ini penting sebagai tipe perwakilan hutan hujan dataran tinggi di Pulau Timor dengan ekosistem hutan alam Ampupu serta hutan pegunungan primer.
Kawasan hutan ini juga merupakan habitat berbagai jenis satwa penting yang ada di NTT dan sebagian di antaranya merupakan satwa endemik dan dilindungi, ucap Ondy.
Lip Gelson _ patrolinews86com