*PENCERAHAN HUKUM / LEGAL OPINION*
*PERBEDAAN SAKSI MAHKOTA DENGAN JUSTICE COLLABORATOR*
Pengertian Saksi Mahkota
Bahwa dalam KUHAP sebagai induk hukum acara pidana yang berlaku di Indonesia, maka tidak terdapat istilah saksi mahkota maupun justice collaborator. Namun pengertian saksi mahkota dapat ditemukan di dalam putusan pengadilan, yaitu Putusan MA No.2437K/Pid.Sus/2011, yang menjelaskan mengenai saksi mahkota sebagai berikut:
“walaupun tidak diberikan suatu definisi otentik dalam KUHAP menganai saksi mahkota (kroongetuide), namun berdasarkan perspektif empirik maka saksi mahkota didefinisikan sebagai saksi yang berasal atau diambil dari salah seorang tersangka atau terdakwa lainnya yang bersama – sama melakukan perbuatan pidana, dan dalam hal mana kepada saksi tersebut diberikan mahkota. Adapun mahkota yang diberikan kepada saksi berstatus terdakwa tersebut adalah dalam bentuk ditiadakan penuntutan terhadap perkaranya atau diberikannya suatu tuntutan yang sangat tingan apabila perkaranya dilimpahkan ke pengadilan atau dimaagkan atas kesalahan yang pernah di lakukan. Menurut Prof.Dr.Loebby Loqman, S.H.,M.H., dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan saksi mahkota adalah kesaksian sesasma terdakwa, yang biasanya terjadi dalam peristiwa pernyataan.”
Bahwa, saksi mahkota adalah istilah untuk tersangka/terdakwa yang dijadikan saksi untuk tersangka/terdakwa lain yang bersama-sama melakukan suatu tindak pidana. Menurut Albert Aries, S.H.,M.H., istilah saksi mahkota ini sesungguhnya lahir dari pengembangan praktik pasal 124 KUHAP tentang pemisahan perkara oleh penuntut umum (splitsing), yang berbunyi:
“dalam hal penuntut umum menerima satu berkas perkara yang memuat beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh beberapa orang tersangka yang tidak termasuk dalam ketentuan pasal 141, penuntut umum dapat melakukan penuntutan terhadap masing – masing terdakwa secara terpisah”
Lebih lanjut, albert menjelaskan bahwa praktik pemisahan perkara (splitsing) oleh jaksa penuntut umum untuk beberapa pelaku ini dikarenakan minimnya saksi dalam perkara tersebut. Praktik splitsing ini dianggap sebagai pakar hukum sebagai pelanggaran hak asasi manusia.
Menurut Albert, alasannya karena praktik splitsing tersebut telah membenturkan asas-asas hukum pidana yang berlaku universal, yaitu di satu sisi memberikan hak ingkar bagi terdakwa, namun di sisi lainnya memberikan pidana bagi pelaku lain (dalam suatu perbuatan yang sama), yang karena pemisahan perkara (splitsing) tersebut ditetapkan menjadi saksi yang dapat untuk memberikan keterangan palsu di bawah sumpah, sehingga praktik splitsing tersebut dinilai bertentangan dengan asas non self incrimination.
Pengertian justice collaborator
Istilah justice collabolator dalam literatur hukum Indonesia dapat ditemukan dalam SEMA Nomor 4 Tahun 2011, yang penyusunannya terinspirasi dari pasal 37 Konvensi PBB anti Korupsi. Dalam praktiknya, SEMA seringkali dibuat untuk mengisi kekosongan hukum yang diakomodir oleh peraturan perundang – undangan yang ada.
Dalam angka 9 SEMA No.4 Tahun 2011 disebutkan bahwa pedoman untuk menentukan seseorang sebagai saksi justice collaborator adalah yang bersangkutan merupakan salah satu pelaku tindak pidana tertentu yang dimaksud dalam SEMA No.4 Tahun 2011 yaitu tindak pidana korupsi, terorisme, tindak pidana narkotika, tindak pidana pencucian uang, perdagangan orang dan tindak pidana lainnya yang terorganisir dan menimbulkan ancaman terhadap stabilitas dan keamanan masyarakat.
Adapun syarat – syarat lain agar seorang pelaku tindak pidana tertentu dapat ditemukan sebagai justice collaborator adalah:
1. Mengakui kejahatan yang dilakukannya;
2. Bukan pelaku utama dalam kejahatan tersebut;
3. Memberikan keterangan saksi dalam proses peradilan
Perbedaan saksi mahkota dengan justice collaborator
Bahwa, saksi mahkota muncul sebagai akibat dari pemisahan perkara (splitsing) yang dilakukan oleh penuntut umum terhadap beberapa pelaku yang diduga terlibat dalam tindak pidana, sehingga salah satu pelaku dapat memberikan kesakasian terhadap pelaku lainnya dalam perkara yang berbeda (begitu pula sebaliknya).
Sementara itu justice collaborator adalah pelaku tindak pidana tertentu (bukan pelaku utama) yang secara sukarela dan atas inisiatifnya bersedia untuk mengakui kejahatan dan membantu mengungkap tindak pidana dengan cara memberikan keterangan sebagai saksi.
Kuningan, 17 Juli 2025
Hormat Kami,
Kantor Hukum
*BAMBANG LISTI LAW FIRM*
Advocates, Kurator, Mediator Bersertifikasi MA RI No.93/KMA.SK/VI/2019 & Legal Consultant Hukum