Rokok Ilegal Merajalela Di Kabupaten Sikka ,Pelanggaran Terstruktur yang Diabaikan, Siapa Bertanggung Jawab?
PATROLINEWS86.COM – SIKKA NTT.
Fenomena peredaran rokok ilegal di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, kini memasuki fase yang sangat mengkhawatirkan.
Rokok-rokok tanpa pita cukai atau dengan pita cukai palsu (aspal: asli tapi palsu) tidak hanya beredar di pasar-pasar tradisional, tetapi juga di kios, toko modern, bahkan diperjualbelikan secara mobile oleh para pedagang menggunakan kendaraan roda dua.
Situasi ini menimbulkan pertanyaan besar: ke mana pengawasan aparat penegak hukum dan otoritas terkait?
Temuan ini disampaikan oleh Komisariat Sosial-Hukum Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Sikka, yang sejak tahun 2024 telah memantau intensif peredaran produk rokok ilegal di wilayah tersebut.
Berdasarkan laporan dan dokumentasi lapangan, beberapa merek rokok yang terindikasi ilegal dan beredar luas antara lain King Bako, Sniper Seven, Arrow, Thanos Bold, dan Rastel.
Michelson Mo’a Popi, Sekretaris Komisariat Sosial-Hukum GMNI Cabang Sikka, dalam konferensi pers yang digelar Senin, 7 Mei 2025, menyebutkan bahwa lemahnya pengawasan, minimnya tindakan represif, serta kemungkinan adanya pembiaran sistemik membuat pelaku peredaran rokok ilegal semakin berani dan masif dalam menjalankan aksinya.
Kami menilai kondisi ini sudah pada tahap darurat pengawasan. Pemerintah, khususnya Bea Cukai, kepolisian, dan Satpol PP harus bertindak.
Ini bukan hanya pelanggaran administratif, tapi sudah masuk ranah pidana dan merugikan negara dalam jumlah besar, tegasnya.
Rokok ilegal bukan sekadar barang tanpa izin edar; ia merupakan produk yang melanggar hukum, khususnya terkait dengan pemenuhan kewajiban cukai yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai.
Pasal 29 Ayat (1) UU Cukai menyatakan:
Setiap barang kena cukai yang dibuat di dalam negeri atau diimpor wajib dilekati pita cukai atau dibubuhi tanda pelunasan cukai lainnya.
Pelanggaran terhadap ketentuan tersebut diatur secara tegas dalam:
Pasal 54:
Setiap orang yang menawarkan, menyerahkan, menjual, atau menyediakan untuk dijual barang kena cukai yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau tidak dilekati atau dibubuhi tanda pelunasan cukai lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
Pasal 56:
Setiap orang yang menimbun, menyimpan, memiliki, menjual, menukar, memperoleh, atau memberikan barang kena cukai yang diketahuinya atau patut diduganya berasal dari tindak pidana berdasarkan undang-undang ini dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
Tak hanya itu, pelanggaran ini juga berdampak pada stabilitas fiskal negara, mengingat cukai merupakan salah satu sumber utama penerimaan negara non-pajak.
Rokok ilegal secara langsung menggerogoti potensi pendapatan negara dan merusak prinsip keadilan dalam persaingan usaha, khususnya terhadap pelaku usaha rokok resmi yang taat aturan.
Jika dicermati dari pola distribusi dan skala penyebaran, bukan tidak mungkin praktik peredaran rokok ilegal ini masuk dalam kategori tindak pidana terorganisasi (organized crime).
Hal ini relevan dengan ketentuan dalam UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, di mana hasil dari tindak pidana perpajakan atau cukai dapat dijadikan objek pencucian uang.
Dengan demikian, peredaran rokok ilegal tidak boleh dipandang remeh sebagai pelanggaran kecil.
Michelson Mo’a Popi pun mendesak agar pemerintah daerah turut aktif melakukan pengawasan melalui intensifikasi operasi pasar gabungan, melibatkan Satpol PP, Bea Cukai, Kepolisian, serta unsur Pemerintahan Desa.
Kami mengusulkan dibentuknya task force khusus untuk pemberantasan rokok ilegal di Kabupaten Sikka.
Selain untuk menindak para pelaku, ini juga sebagai bentuk komitmen moral dan politik negara dalam menegakkan supremasi hukum, tegasnya.
Rokok ilegal bukan hanya sekadar barang murah yang merugikan negara secara fiskal, tetapi juga menjadi ancaman bagi ketertiban hukum, keadilan ekonomi, dan kepastian hukum bagi pelaku usaha legal.
Di tengah upaya pemerintah membangun ekosistem usaha yang sehat dan berkeadilan, praktik semacam ini adalah bentuk sabotase terhadap tujuan tersebut.
Sudah saatnya aparat bertindak tegas dan masyarakat turut serta melaporkan keberadaan rokok ilegal demi menciptakan tatanan sosial yang tertib hukum dan berkeadilan.
Karena jika hukum tidak ditegakkan secara merata, maka kepercayaan publik terhadap sistem akan terus terkikis.
EMIL ROTO MANUK.