PENCERAHAN HUKUM/LEGAL OPINION (LO) PERBEDAAN ‘SENGAJA’ DAN ‘TIDAK SENGAJA’ DALAM HUKUM PIDANA
Kesengajaan (Opzet)
Dikupas Oleh : BAMBANG LISTI LAW FIRM
Advocates, Kurator, Mediator Bersertifikasi MA RI No.93/KMA.SK/VI/2019 & Legal Consultant Hukum
Yang dimaksud dengan sengaja berarti menghendaki dan mengetahui apa yang diperbuat atau dilakukan. Undang-undang tidak menerangkan mengenai arti atau definisi tentang kesengajaan, namun dalam ketentuan KUHP terdapat istilah “dengan rencana terlebih dahulu” sebagai berikut:
Berdasarkan pasal 340 KUHP menyatakan bahwa “barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun”
Berdasarkan pasal 355 ayat (1) menyatakan bahwa “penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama 12 tahun”
Berdasarkan pasal 459 UU Nomor 1 Tahun 2023 menyatakan bahwa “setiap orang yang dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, dipidana karena pembunuhan berencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 tahun”
Berdasarkan pasal 469 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 2023 menyatakan bahwa “setiap orang yang melakukan penganiayaan berat dengan rencana lebih dahulu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun”
Wirjono Prodjodikoro menerangkan bahwa sebagian besar tindak pidana mempunyai unsur kesengajaan atau opzet, bukan culpa. Hal ini dikarenakan, biasanya, yang pantas mendapatkan hukuman pidana itu adalah orang yang melakukan sesuatu dengan sengaja.
Menurut Wirjono, kesengajaan terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Kesengajaan yang bersifat tujuan (opzet als oogmerk)
Dalam kesengajaan yang bersifat tujuan, dapat dikatakan bahwa si pelaku benar-benar menghendaki mencapai akibat yang menjadi pokok alasan diadakan ancaman pidana.
Kesengajaan bentuk ini menimbulkan dua teori, yaitu teori kehendak dan teori bayangan. Teori kehendak menganggap kesengajaan ada apabila perbuatan dan akibat suatu tindak pidana dikehendaki oleh si pelaku.
Sementara, teori bayangan menganggap kesengajaan apabila si pelaku pada waktu mulai melakukan perbuatan ada bayangan yang terang bahwa akibat yang bersangkutan akan tercapai. Maka dari itu, ia menyesuaikan perbuatannya dengan akibat hal itu.
Hal ini sejalan dengan Yurisprudensi Putusan No.593/Pid.B/2014/PN.TBT. unsur kesengajaan dalam perkara ini terbukti berdasarkan fakta.
2. Kesengajaan secara keinsafan kepastian (opzet bij zekerheids-bewustzijn)
Menurut Wirjono, kesengajaan semacam ini ada apabila si pelaku dengan perbuatannya tidak bertujuan untuk mencapai akibat yang menjadi dasar dari delict, tapi ia tahu benar bahwa akibat itu pasti akan mengikuti perbuatan itu. Hal ini sejalan dengan Yurisprudensi Nomor: 158/Pid.B/2014/PN.Grt.
3. Kesengajaan keinsafan kemungkinan (opzet bij mogelijkheids-bewustzijn)
Kesengajaan keinsafan kemungkinan ini menurut Wirjono dianggap terjadi apabila dalam gagasan si pelaku hanya ada bayangan kemungkinan belaka, bahwa akan terjadi akibat yang bersangkutan tanpa dituju. Maka harus ditinjau seandainya ada bayangan kepastian, tidak hanya kemungkinan, maka apakan perbuatan itu akan dilakukan oleh si pelaku.
Jika hal ini terjadi, maka dapat dikatakan bahwa kalau perlu akibat yang terang tidak dikehendaki dan hanya mungkin akan terjadi itu, akan dipikul pertanggungjawabannya oleh si pelaku jika akibatnya tetap terjadi.
Kelalaian (culpa)
Yang dimaksud dengan kealpaan, kelalaian, atau culpa adalah macam kesalahan dalam hukum pidana sebagai akibat dari kurang hati-hati, sehingga secara tidak sengaja sesuatu terjadi.
Terkait dengan culpa, terdapat contoh pasal mengenai hal tersebut yaitu kelalaian yang mengakibatkan kematian orang lain yang diatur dalam pasal 359 KUHP dan Pasal 474 ayat (3) UU Nomor 1 Tahun 2023, yang berbunyi:
Pasal 359 KUHP “barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun.
Pasal 474 ayat (3) UU Nomor 1 tahun 2023 “setiap orang yang karena kealpaannya mengakibatkan matinya orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak yaitu Rp.500juta.
Menurut wirjono, arti kata culpa adalah “kesalahan pada umumnya”. Tetapi dalam ilmu pengetahuan hukum mempunyai arti teknis, yaitu suatu macam kesalahan si pelaku tindak pidana yang tidak seberat kesengajaan, namun karena kurang berhati-hati, sehingga akibat yang tidak disengaja terjadi.
Terkait kelalaian, andi hamzah yang mengutip J.Remmelink, menerangkan bahwa siapa karena salahnya melakukan kejahatan berarti tidak mempergunakan kemampuannya yang seharusnya dipergunakan.
Menurut Van Hamel, kelalaian dibagi atas dua jenis, yaitu ‘kurang melihat ke depan yang perlu’ dan ‘kurang hati-hati yang perlu’.
Yang pertama terjadi jika terdakwa tidak membayangkan secara tepat atau sama sekali tidak membayangkan akibat yang terjadi. Yang kedua, misalnya ia menarik picu pistol karena mengira tidak ada isinya (padahal ada).
Wirjono menyamakan kelalaian dengan culpa. Artinya, tidak sengaja juga berarti lalai.
Sementara, dalam penjelasan pasal 474 ayat (1) UU 1/2023 menerangkan bahwa kealpaan menunjukan bahwa pelaku tidak menghendaki terjadinya akibat dari perbuatannya. Namun, dalam kejadian konkret terdapat kesulitan untuk menentukan bahwa suatu perbuatan dapat disebut dengan kealpaan. Oleh karena itu, berdasarkan pertimbangan tersebut, pengertian kealpaan diserahkan kepada pertimbangan hakim untuk melakukan penilaian terhadap kasus yang dihadapi.
Dalam yurisprudensi putusan Nomor. 251/Pid.Sus/2018/PN Kag, majelis hakim menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “karena kelalaiannya mengakibatkan korban meninggal dunia”, dan menjatuhkan pidana penjara selama 4 tahun.***