Korupsi Adalah Seni Di Antara Hukum.

- Penulis Berita

Minggu, 16 Maret 2025 - 21:16 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Korupsi Adalah Seni Di Antara Hukum.

Oleh : Yohanes Kristian Belawa Daton.

Korupsi, dalam konteks sosial dan politik, adalah kanker yang menggerogoti tatanan kehidupan masyarakat dan negara.

Dalam banyak kasus, para pelaku korupsi tidak hanya merugikan individu atau kelompok, tetapi juga merusak sistem yang lebih besar, yang mengarah pada kerusakan ekonomi, sosial, bahkan politik.

Di sisi lain, hukum yang dirancang untuk mengatasi masalah ini sering kali terbatas pada aspek-aspek yang lebih formal, seperti penegakan hukum dan penerapan sanksi pidana.

Namun, jika kita hanya fokus pada pemberian hukuman yang bersifat pembalasan, kita mungkin kehilangan kesempatan untuk menciptakan suatu perubahan yang lebih mendalam, yaitu melalui seni di antara hukum.

Ketika seseorang terlibat dalam korupsi dan akhirnya dihukum, seringkali hukuman tersebut tidak mencerminkan beratnya kerugian yang ditimbulkan oleh tindakan mereka.

Sebab, pada kenyataannya, hukuman yang diberikan kadang-kadang lebih mirip seperti sebuah potret kabur yang tidak mampu mengungkapkan secara penuh dampak dari korupsi itu sendiri.

Kenapa? Karena hukum yang diterapkan kadang hanya menyinggung permukaan masalah, sedangkan akar masalahnya tetap terabaikan.

Korupsi bukan hanya soal uang yang diselewengkan, tetapi juga soal moral dan kepercayaan yang hancur dalam masyarakat.

Oleh karena itu, di antara hukuman yang diberikan kepada para pelaku, perlu ada sebuah “seni” yang lebih dalam dalam memperbaiki tatanan sosial.

Menghukum para pelaku korupsi tidak cukup hanya dengan penjara atau denda; perlu ada proses rehabilitasi moral yang lebih berarti, di mana pelaku diberi kesempatan untuk merenung, belajar dari kesalahan, dan berkontribusi untuk perbaikan Masyarakat.

Seni di antara hukum berarti melihat korupsi sebagai sebuah tindakan yang membutuhkan pendekatan holistik.

Hukuman harus lebih dari sekedar pembalasan.
Itu harus menjadi bagian dari proses rekonstruksi moral yang lebih besar.

Jika kita hanya melihatnya sebagai sebuah tindakan hukum yang berakhir dengan penjara, maka kita kehilangan kesempatan untuk menggali lebih dalam mengenai kerusakan yang ditimbulkan dan bagaimana perbaikan itu bisa berlangsung.

Korupsi adalah seni yang menghancurkan, namun di antara hukuman, ada ruang untuk menciptakan karya yang lebih baik — sebuah karya yang membangun kembali kepercayaan, moralitas, dan transparansi dalam masyarakat.
Itulah seni yang sesungguhnya.

Korupsi: Sebuah Seni yang Merusak.

Korupsi sering kali digambarkan sebagai sebuah seni, bukan dalam pengertian positif seperti yang kita pahami tentang seni rupa atau musik, tetapi sebagai seni yang berbahaya dan merusak.

Para pelaku korupsi menguasai berbagai teknik dan strategi untuk menyembunyikan perbuatan mereka, mengaburkan jejak, dan memanipulasi sistem demi keuntungan pribadi.

Ini adalah seni dalam arti sesungguhnya—kemampuan untuk menyusun taktik dan strategi untuk mencapai tujuan dengan cara yang tidak terdeteksi oleh hukum atau publik.

Namun, meskipun dapat dipandang sebagai seni dalam hal kecerdikan dan keahlian manipulatif, korupsi adalah seni yang menghancurkan.
Ini adalah seni yang merusak tatanan sosial, menciptakan ketidakadilan, dan merampas hak orang lain atas sumber daya yang seharusnya dimiliki bersama.

Dampak dari korupsi tidak hanya terlihat pada uang yang hilang atau fasilitas yang disalahgunakan, tetapi juga pada hilangnya rasa kepercayaan masyarakat terhadap institusi-institusi yang seharusnya menjaga kesejahteraan mereka.

Korupsi menumbuhkan ketidakadilan dan kesenjangan sosial.

Itu merusak fondasi yang seharusnya mendukung kehidupan bersama yang adil dan makmur.

Hal ini memperburuk kesenjangan ekonomi, memperlemah kapasitas negara untuk memberikan pelayanan dasar kepada masyarakat, dan menciptakan rasa frustrasi yang mendalam di kalangan mereka yang terkena dampaknya.

Korupsi juga menyebabkan para pemimpin dan pejabat yang terlibat tidak lagi melihat masyarakat sebagai mitra yang harus dilayani, tetapi sebagai objek yang bisa dimanfaatkan untuk keuntungan pribadi.

Hukuman: Antara Pembalasan dan Pemulihan
Salah satu cara utama untuk menangani korupsi adalah melalui penegakan hukum dan pemberian hukuman yang pantas.
Namun, ketika kita berbicara tentang hukuman untuk pelaku korupsi, kita harus mempertimbangkan dua dimensi utama: pembalasan dan pemulihan.

Pembalasan dalam konteks hukum adalah upaya untuk memberi hukuman yang setimpal dengan kejahatan yang dilakukan.
Bagi sebagian orang, pemberian hukuman yang keras, seperti penjara atau denda yang besar, dianggap sebagai cara terbaik untuk memberikan efek jera kepada para pelaku korupsi.
Hukuman ini seolah menjadi simbol bahwa tindakan korupsi tidak bisa ditoleransi, dan siapa pun yang terlibat dalam praktik ini akan menghadapi konsekuensi yang berat.

Namun, meskipun hukuman yang tegas mungkin dapat memberikan perasaan keadilan bagi sebagian masyarakat, kita harus bertanya: apakah hukuman semata cukup untuk mengatasi akar masalah yang lebih dalam?

Apakah penjara atau denda mampu menyembuhkan kerusakan sosial yang ditimbulkan oleh korupsi?

Jika tujuan kita adalah untuk benar-benar memberantas korupsi dan mengembalikan tatanan sosial yang adil, kita perlu mempertimbangkan elemen lain yang lebih mendalam dalam proses hukuman, yaitu pemulihan.

Pemulihan dalam konteks korupsi bukan hanya soal memberi hukuman yang sesuai, tetapi juga menciptakan ruang untuk perubahan di dalam diri pelaku.
Pemulihan bisa dilihat sebagai proses rehabilitasi moral, yang memberi kesempatan kepada para pelaku untuk merenung dan memahami sepenuhnya dampak dari perbuatannya terhadap masyarakat.
Di sinilah seni di antara hukuman berperan.

Pemulihan bukan hanya tentang menghukum, tetapi tentang memungkinkan pelaku untuk memperbaiki diri dan berkontribusi kembali kepada masyarakat.

Konsep rehabilitasi moral sering kali diabaikan dalam sistem hukum kita.
Namun, rehabilitasi yang baik tidak hanya menyentuh pada hukuman fisik, tetapi juga pada pemulihan karakter dan penanaman nilai-nilai kejujuran, transparansi, dan tanggung jawab.
Di sinilah seni di antara hukuman itu berlaku.

Menciptakan program rehabilitasi yang mengajarkan pelaku korupsi untuk memahami betul kerusakan yang mereka sebabkan, serta bagaimana cara memperbaikinya, bisa menjadi langkah penting dalam mengurangi potensi terjadinya korupsi di masa depan.

Seni di antara hukuman juga berarti memberi kesempatan bagi para pelaku korupsi untuk merenung, belajar, dan memperbaiki diri.
Hal ini bukan berarti bahwa mereka dibebaskan dari tanggung jawab, tetapi bahwa hukuman mereka tidak hanya berupa pembalasan, melainkan kesempatan untuk memperbaiki diri dan berkontribusi pada masyarakat yang lebih adil.

Seni di Antara Hukuman:
Menemukan Jalan Tengah
Seni di antara hukuman dapat diartikan sebagai upaya menemukan keseimbangan antara pemberian hukuman yang tegas dan memberikan kesempatan untuk pemulihan.
Dalam hal ini, seni bukan hanya berarti cara para pelaku korupsi menghindari hukuman dengan kecerdikan mereka, tetapi juga tentang bagaimana kita sebagai masyarakat dan sistem hukum bisa mendekati korupsi secara lebih holistik, tidak hanya dengan membalas, tetapi dengan menciptakan proses yang memungkinkan perubahan yang lebih mendalam.

Pemberian hukuman harus lebih dari sekadar mekanisme untuk memberikan efek jera. Hukuman yang tepat adalah hukuman yang juga membuka jalan bagi pemulihan.
Misalnya, pelaku korupsi yang dihukum seharusnya diberi kesempatan untuk terlibat dalam program rehabilitasi yang berfokus pada pendidikan tentang etika, tanggung jawab sosial, dan nilai-nilai transparansi. Ini adalah langkah untuk mengubah pola pikir dan sikap para pelaku korupsi, mengingat bahwa sebagian besar tindakan korupsi berakar dari kurangnya pemahaman akan tanggung jawab mereka terhadap masyarakat.

Selain itu, proses pemulihan harus melibatkan tidak hanya pelaku, tetapi juga masyarakat yang terdampak. Proses ini bisa mencakup langkah-langkah seperti restitusi atau pengembalian aset yang telah diselewengkan, serta program-program yang mendidik masyarakat tentang pentingnya transparansi dan akuntabilitas.
Dengan demikian, pemulihan tidak hanya terjadi pada level individu, tetapi juga di level sistem, di mana kepercayaan publik terhadap institusi yang terlibat dalam pengelolaan sumber daya bersama bisa dipulihkan.

Korupsi dan Sistem yang Tidak Adil
Namun, kita juga harus menyadari bahwa korupsi tidak terjadi dalam ruang vakum.
Korupsi adalah hasil dari sistem yang tidak adil dan sering kali tidak transparan. Dalam banyak kasus, korupsi muncul karena adanya celah dalam sistem yang memungkinkan penyalahgunaan kekuasaan.

Oleh karena itu, untuk benar-benar memberantas korupsi, kita harus memperbaiki sistem secara keseluruhan, bukan hanya menghukum individu-individu yang terlibat.

Seni di antara hukuman juga mengajak kita untuk berpikir lebih jauh mengenai upaya pencegahan.

Menciptakan sistem yang transparan dan akuntabel, serta memastikan bahwa setiap orang, baik pejabat publik maupun masyarakat, memiliki akses yang sama terhadap informasi dan sumber daya, adalah langkah yang jauh lebih efektif daripada hanya mengandalkan hukuman sebagai solusi.

Oleh karena itu, upaya pemberantasan korupsi harus melibatkan reformasi institusional yang lebih luas, yang mengarah pada sistem yang lebih adil dan demokratis.

Membangun Kembali Tatanan Sosial Melalui Seni di Antara Hukuman
Korupsi adalah seni yang merusak, dan menghukum pelakunya adalah salah satu cara untuk memberikan efek jera. Namun, dalam upaya untuk memberantas korupsi, kita tidak boleh terjebak hanya dalam hukuman sebagai bentuk pembalasan. Seni di antara hukuman berarti menciptakan proses yang memungkinkan pemulihan, baik bagi pelaku maupun bagi masyarakat. Rehabilitasi moral, pendidikan etika, dan reformasi sistem adalah langkah-langkah penting yang harus diambil untuk menciptakan perubahan yang lebih mendalam.

Dengan melihat korupsi melalui lensa seni di antara hukuman, kita tidak hanya berfokus pada balas dendam, tetapi pada upaya membangun kembali tatanan sosial yang adil dan transparan.

Dalam hal ini, hukuman tidak hanya menjadi bentuk pembalasan, tetapi juga kesempatan untuk memperbaiki dan membangun kembali kepercayaan dalam masyarakat.

Mungkin hanya dengan pendekatan semacam inilah kita dapat mengharapkan sebuah perubahan yang lebih permanen dan bermakna dalam pemberantasan korupsi.

GELSONIELA.

Berita Terkait

KSP Kopdit Obor Mas Gelar On the Job Training (OJT) Gelombang Kedua Tahun 2025.
*BIADAB! Wartawan Disekap, Dianiaya, Dirampok dan Diperas Mafia BBM dan Tambang Ilegal di Sijunjung*
Korupsi Kepala Desa: Tantangan Membangun Desa Yang Bersih Dan Transparan.
Korupsi Di Indonesia: Praktik Suap Dan Gratifikasi Di Sektor Pemerintahan.
Menanggapi Kasus Korupsi Judi Online Di Kementerian Komunikasi Dan Digital
Polri tegas tindak pidana preman yang berkedok ormas yang ganggu investasi dan usaha warga.
Korupsi Dalam Pembangunan di NTT: Menghentikan Kebocoran Untuk Mewujudkan Kesejahteraan.
Korupsi Dana Desa: Saat Pembangunan Tertahan Oleh Kepentingan Pribadi.
Tag :

Berita Terkait

Senin, 17 Maret 2025 - 12:03 WIB

KSP Kopdit Obor Mas Gelar On the Job Training (OJT) Gelombang Kedua Tahun 2025.

Senin, 17 Maret 2025 - 08:21 WIB

*BIADAB! Wartawan Disekap, Dianiaya, Dirampok dan Diperas Mafia BBM dan Tambang Ilegal di Sijunjung*

Minggu, 16 Maret 2025 - 21:16 WIB

Korupsi Adalah Seni Di Antara Hukum.

Minggu, 16 Maret 2025 - 21:13 WIB

Korupsi Di Indonesia: Praktik Suap Dan Gratifikasi Di Sektor Pemerintahan.

Minggu, 16 Maret 2025 - 19:41 WIB

Menanggapi Kasus Korupsi Judi Online Di Kementerian Komunikasi Dan Digital

Minggu, 16 Maret 2025 - 19:38 WIB

Polri tegas tindak pidana preman yang berkedok ormas yang ganggu investasi dan usaha warga.

Minggu, 16 Maret 2025 - 19:35 WIB

Korupsi Dalam Pembangunan di NTT: Menghentikan Kebocoran Untuk Mewujudkan Kesejahteraan.

Minggu, 16 Maret 2025 - 19:26 WIB

Korupsi Dana Desa: Saat Pembangunan Tertahan Oleh Kepentingan Pribadi.

Berita Terbaru

LINTAS DAERAH

MENYAMBUT MALAM KEMULIAAN DENGAN ZAKAT*

Senin, 17 Mar 2025 - 10:19 WIB