Masalah “Air” Masih Menjadi Tantangan Petani Di Magepanda.
Oleh : Maria Magdalena Moi.
Air merupakan sumber kehidupan bagi semua mahkluk hidup.
Banyak manfaat air yang kita rasakan dalam berbagai bidang kehidupan, salah satunya bidang pertanian.
Namun, saat ini hampir di sejumlah wilayah mengalami krisis air.
Kondisi ini disebabkan beberapa faktor, diantaranya : curah hujan yang tidak menentu akibat perubahan iklim dan cuaca, perambahan hutan, pengalihan fungsi lahan, dan beberapa penyebab lainnya.
Hal ini pun turut berdampak terhadap upaya peningkatan produktifitas pertanian.
Di Kabupaten Sikka, Kecamatan Magepanda, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu daerah penghasil beras.
Sebagaian besar masyarakat di wilayah itu bekerja pada sektor pertanian, khususnya sawah.
Berdasarkan data Balai Penyuluh Pertanian (BPP) Kecamatan Magepanda, per Juli 2023 luas lahan sawah di wilayah ini mencapai 966,6 hektare.
Ratusan hektare lahan sawah itu tersebar di sejumlah desa seperti Magepanda, Kolisia, Wodamude, Done, Leguwoda, dan Reroroja.
Desa-desa ini menjadi lumbung pangan untuk Kabupaten Sikka.
Akan tetapi seiring berjalannya waktu, produktivitas hasil pertanian terus menurun.
Salah satu faktor penyebab adalah kekurangan air.
Memang di wilayah ini telah dibangun bendungan seperti Ijura dan Pu’u Naka di Desa Done, tetapi tidak cukup untuk mengairi ratusan hektare sawah karena debit air kurang.
Kondisi ini juga diperparah karena material seperti pasir dan batu menumpuk di area bendungan, sehingga tidak bisa menampung air.
Saat musim hujan mereka sedikit terbantu dengan air hujan.
Namun ketika musim kemarau terpaksa mengandalkan sumur bor.
Mereka harus merogoh kocek lebih untuk membeli bahan bakar minyak.
Tak jarang ada petani merugi hingga jutaan rupiah.
Di sisi lain, warga yang ekonominya terbatas terpaksa membiarkan lahan pertanian terbengkelai karena ketiadaan pasokan air.
Mereka takut merugi.
Jika seperti ini, maka dampaknya tidak hanya petani tetapi masyarakat yang membutuhkan pangan.
Kita ketahui juga bahwa kebutuhan akan pangan terus meningkat, seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk.
Di Kabupaten Sikka, ketergantungan pangan khususnya beras dari luar daerah cukup tinggi.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Sikka menyatakan sejak Januari hingga September 2022 produksi beras di Sikka mencapai 6.581,32 ton.
Sementara kebutuhan konsumsi beras mencapai 37.786,19 ton. Artinya, Sikka mengalami defisit beras 31.204,87 ton setiap tahun.
Hal ini perlu menjadi perhatian bersama.
Oleh sebab itu, maka perlu upaya dari pemerintah mulai dari tingkat desa hingga pusat.
Semua pihak harus saling bersinergi, termasuk masyarakat. Reboisasi dan pengerukan area bendungan harus dilakukan.
Kemudian, perbaikan saluran irigasi serta pengaturan air di bendungan, sehingga di saat musim kemarau petani tetap memanfaatkan lahan mereka untuk bercocok tanam.
Dengan begitu kebutuhan akan pangan tidak lagi menjadi persolan di Kabupeten Sikka kelak.
GELSON _ PATROLINEWS86.COM