Jajaran Plt Pengurus PWI Kabupaten Kuningan hadir di Heman Ka Budak ” Dimana pun andil memberi warna “
Kuningan patrolinews86.com – Seluruh Jajaran Plt Pengurus PWI Kabupaten Kuningan hadir di Car Free Day dan ikut dalam kegiatan Seni Budaya ( Heman Ka Budak ) yang di pimpin seniman Abah Dodon dan Abah Aden Lokananta.
Sebagai Mitra yang senantiasa menjaga kearifan Budaya Plt PWI Kabupaten Kuningan beserta jajaran ,senantiasa ada dan memberikan warna gairah ngamumule Seni Budaya sunda sebagai warisan yang sangat berharga.
Plt Ketua PWI Kabupaten Kuningan Hidayat kepada awak media, mengatakan ini merupakan kepedulian kita sebagai insan PERS untuk bisa berbaur dengan berbagai element masyarakat,Terutama dalam menjaga kelestarian Seni Budaya,Kita harus senantiasa ada diantara mereka bersama sama memberikan suguhan kebudayaan yang bermanfaat bagi semua masyarakat.
Hidayat juga mengajak kepada siapapun yang mempunyai talenta di bidang Seni dan Kebudayaan untuk terus exsis dalam berekpresi seni sehingga akan mampu mengembangkan seni itu sendiri sebagai suatu kebutuhan hiburan dan keindahan Budaya bagi masyarakat secara luas.
Hidayat membuka lebar pintu HKB untuk jalan bagi para seniman yang ingin menampilkan kemapuan berkeseniannya di sini di Heman Ka Budak bersama Abah Dodon dan Abah Aden Lokananta.
Ungkapan sama dikata d Setiawan dari patroli ,menurutnya pentingnya “ngamumule” budaya Sunda adalah untuk melestarikan. Warisan leluhur rmenjada identitas dan memperkuat rasa kebersamaa masyarakat Sunda. Pengalamannya dulu di bandung dirinya sempat mendirikan ” GANAS ” Gerakan anak Sunda tujuannya salah satunya guna menunjukan pada masyarakat bahwa orang Sunda itu ada dan banyak tradisi ya . “Ngamumule” berarti memelihara atau melestarikan, dan dalam konteks ini, mengacu pada upaya menjaga dan mengembangkan budaya Sunda agar tidak luntur ditelan zaman.
1. Melestarikan Warisan Budaya:
Budaya Sunda memiliki nilai-nilai luhur yang tercermin dalam berbagai aspek kehidupan, seperti seni, bahasa, adat istiadat, dan sistem nilai.
Dengan “ngamumule”, budaya Sunda dapat terus diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya, sehingga tidak hilang ditelan modernisasi.
Contohnya, pelestarian bahasa Sunda, kesenian tradisional seperti wayang golek dan tari jaipong, serta tradisi seperti Seren Taun.
2. Menjaga Identitas:
Budaya merupakan identitas suatu kelompok masyarakat, dan budaya Sunda memiliki ciri khas yang membedakannya dengan budaya lain.
“Ngamumule” membantu menjaga identitas Sunda, sehingga masyarakat Sunda tetap merasa memiliki akar budaya yang kuat, dimanapun mereka berada.
Ini penting untuk memperkuat rasa memiliki dan kebanggaan terhadap jati diri sebagai orang Sunda.
3. Memperkuat Kebersamaan:
Banyak tradisi Sunda yang melibatkan kebersamaan, seperti botram (makan bersama), Seren Taun (syukuran panen), dan gotong royong dalam berbagai kegiatan.
“Ngamumule” budaya Sunda dapat menjadi sarana untuk mempererat tali silaturahmi dan rasa kebersamaan di kalangan masyarakat Sunda.
Hal ini menciptakan suasana harmonis dan saling mendukung dalam kehidupan bermasyarakat.
4. Menangkal Pengaruh Negatif Globalisasi:
Era globalisasi membawa berbagai pengaruh budaya asing yang bisa mengikis budaya lokal, termasuk budaya Sunda.
“Ngamumule” menjadi benteng untuk melindungi budaya Sunda dari dampak negatif globalisasi, sehingga nilai-nilai luhur tetap terjaga.
Dengan mencintai dan memahami budaya sendiri, masyarakat Sunda akan lebih selektif dalam menerima budaya asing.
5. Pendidikan dan Pewarisan:
Pendidikan budaya Sunda di sekolah dan keluarga sangat penting untuk memperkenalkan dan menanamkan nilai-nilai luhur budaya Sunda kepada generasi muda.
Melalui pendidikan, anak-anak akan belajar tentang sejarah, seni, bahasa, dan adat istiadat Sunda, sehingga mereka dapat meneruskan tradisi tersebut.
Keterlibatan semua pihak, mulai dari tokoh adat, pemerintah, hingga masyarakat umum, sangat diperlukan dalam upaya “ngamumule” budaya Sunda.
Irman / red