Korupsi Dana Bantuan Sosial: Kejahatan Tak Berperikemanusiaan (Skandal Bansos COVID-19).
Oleh : Frumensia Mersi Seno.
Mencegah Korupsi Dana Bantuan Sosial: Urgensi Digitalisasi dan Transparansi
Korupsi dana bantuan sosial (bansos) adalah kejahatan yang mencederai hak dasar masyarakat miskin dan memperpanjang penderitaan mereka.
Skandal bansos COVID-19 tahun 2020 membuktikan betapa rentannya sistem ini terhadap penyalahgunaan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Dana bansos yang seharusnya menjadi penyelamat bagi kelompok rentan justru dijadikan ladang korupsi.
Jika dibiarkan, praktik ini akan semakin memperburuk ketimpangan sosial dan merusak kepercayaan publik terhadap pemerintah.
Oleh karena itu, langkah konkret harus segera diambil untuk mencegah korupsi bansos agar kesejahteraan masyarakat dapat terjamin.
Salah satu solusi utama yang harus diterapkan adalah digitalisasi sistem penyaluran bansos.
Pemerintah perlu mengadopsi teknologi keuangan modern seperti e-wallet atau transfer langsung ke rekening penerima guna memastikan bantuan benar-benar sampai ke tangan yang berhak.
Cara ini tidak hanya mengurangi potensi korupsi di tingkat birokrasi, tetapi juga meningkatkan efisiensi dan kecepatan distribusi bantuan.
Selain itu, database penerima bansos harus dibuka untuk publik agar masyarakat dapat ikut serta dalam mengawasi ketepatan sasaran penerima bantuan.
Namun, digitalisasi saja tidak cukup.
Transparansi dan pengawasan independen juga harus diperkuat agar proses penyaluran bansos benar-benar akuntabel.
Pemerintah perlu membentuk tim audit independen yang bertanggung jawab untuk mengawasi distribusi bansos dari tahap perencanaan hingga eksekusi.
Masyarakat juga harus diberikan akses untuk melaporkan dugaan penyimpangan melalui platform pengaduan publik yang dapat melindungi identitas pelapor (whistleblower).
Dengan demikian, celah bagi pejabat korup akan semakin tertutup.
Selain itu, penegakan hukum juga harus lebih tegas.
Hukuman bagi pelaku korupsi bansos harus diperberat, termasuk penyitaan aset hasil korupsi dan larangan seumur hidup untuk menduduki jabatan publik.
Jika hukuman yang diberikan hanya ringan, maka tidak akan ada efek jera, dan korupsi akan terus berulang.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) harus diberikan wewenang lebih luas untuk mengawasi serta mengusut tuntas kasus korupsi dana bansos.
Reformasi birokrasi juga menjadi kunci utama dalam pemberantasan korupsi bansos. Proses pencairan dana bansos yang berbelit-belit membuka celah bagi praktik korupsi, seperti pungutan liar atau manipulasi data penerima.
Oleh karena itu, prosedur pencairan harus lebih sederhana dan efisien, sehingga bantuan dapat disalurkan dengan cepat dan tepat sasaran.
Selain itu, pejabat yang bekerja dengan integritas tinggi harus diberikan insentif sebagai bentuk apresiasi dan motivasi.
Korupsi dana bansos bukan hanya masalah hukum, tetapi juga masalah moral dan kepercayaan publik.
Pemerintah harus bertindak tegas dengan menerapkan digitalisasi, transparansi, dan penegakan hukum yang keras.
Jika tidak, rakyat kecil akan terus menjadi korban tangan-tangan kotor yang menggerogoti hak mereka.
Oleh karena itu, tidak ada alasan untuk menunda langkah-langkah pencegahan yang lebih tegas.
Dengan implementasi yang serius, hak masyarakat atas bantuan sosial dapat benar-benar terpenuhi tanpa ada campur tangan korupsi.
GELSONIELA.