PENCERAHAN HUKUM / LEGAL OPINION (LO) SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK SERTA PENDEKATAN RESTORATIF DAN DIVERSI
Dikupas oleh : Kantor Hukum
BAMBANG LISTI LAW FIRM
Advocates, Kurator, Mediator Bersertifikasi MA RI No.93/KMA.SK/VI/2019 & Legal Consultant Hukum
Pengertian Sistem Peradilan Anak
Berdasarkan pasal 81 ayat (5) UU Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak (UU SPPA) menyatakan bahwa pidana penjara terhadap anak hanya digunakan sebagai upaya terakhir. Hal ini karena sistem peradilan pidana anak dilaksanakan berdasarkan asas perampasan kemerdekaan dan pemidaan sebagai upaya terakhir hal ini dijelaskan dalam pasal 2 huruf (i) UU SPPA. Berdasarkan pasal 3 huruf g UU SPPA menyatakan bahwa setiap anak dalam proses peradilan pidana berhak tidak ditangkap, ditahan, atau dipenjara, kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat.
Pasal 1 angka 1 UU SPPA menerangkan bahwa sistem peradilan pidana anak adalah keseluruhan proses penyelesaian perkara anak yang berhadapan dengan hukum, mulai tahapan penyelidikan sampai tahapan pembimbingan setelah menjalani pidana.
Anak berhadapan dengan Hukum
UU SPPA membagi tiga definisi anak yang berhubungan dengan tindak pidana sebagai berikut:
1. Anak yang berkonflik dengan hukum adalah anak yang telah berumur 12 tahun, tetapi belum berumur 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana (pasal 1 angka 3 UU SPPA)
2. Anak yang menjadi korban tindak pidana (anak korban) adalah anak yang belum berumur 18 tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana (pasal 1 angka 4 UU SPPA)
3. Anak yang menjadi saksi tindak pidana (anak saksi) adalah anak yang belum berumur 18 tahun yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat, dan/atau dialaminya sendiri (pasal 1 angka 5 UU SPPA).
Anak Belum Cukup Umur
Batas umur bagi anak untuk dapat diajukan ke sidang anak didasarkan pada pertimbangan sosiologis, psikologis, dan pedagogis adalah 12 tahun. Dinyatakan bahwa anak yang belum mencapai umur 12 tahun dianggap belum dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Jika anak belum berumur 12 tahun melakukan atau diduga melakukan tindak pidana, penyidik, pembimbing kemasyarakatan, dan pekerja sosial akan mengambil keputusan sebagai berikut:
1. Menyerahkan kembali kepada orang tua/wali; atau
2. Mengikutsertakannya dalam program Pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan di instansi pemerintah atau Lembaga penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS) di instansi terkait, maksimal 6 bulan.
Pendekatan Restoratif dan Diversi
Berdasarkan pasal 5 ayat (1) dan (3) UU SPPA menyatakan bahwa sistem peradilan pidana anak wajib mengutamakan pendekatan keadilan restorative dan diversi.
Berdasarkan pasal 1 angka 6 UU SPPA keadilan restoratif adalah proses penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku. Korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain terkait dengan tujuan mencari penyelesaian yang adil bersama-sama dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semua, bukan pembalasan.
Berdasarkan pasal 5 ayat (2) UU SPPA, Keadilan Restoratif yang dimaksud meliputi:
a. Penyidikan dan penuntutan pidana anak sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan, kecuali ditentukan lain dalam UU SPPA;
b. Persidangan anak oleh pengadilan di lingkungan peradilan umum; dan
c. Pembinaan, pembimbingan, pengawasan, dan/atau pendampingan selama proses pelaksanaan pidana atau tindakan dan setelah menjalani pidana atau tindakan.
Diversi dalam sistem peradilan pidana anak wajib diupayakan dalam lingkup keadilan restoratif poin a dan b di atas.
Bedasarkan pasal 1 angka 7 UU SPPA diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.
Berdasarkan pasal 6 UU SPPA tujuan dilakukannya diversi adalah:
• Mencapai perdamaian antara korban dan anak;
• Menyelesaikan perkara anak di luar proses peradilan;
• Menghadirkan anak dari perampasan kemerdekaan;
• Mendorong masyarakat untuk berpartisipasi; dan
• Menanamkan rasa tanggung jawab kepada anak.
Apabila proses diversi tidak menghasilkan kesepakatan dan/atau kesepakatan diversi tidak dilaksanakan, barulah proses peradilan pidana anak dapat dilanjutkan (pasal 13 UU SPPA).***