Tradisi Masyarakat Di Desa Yang Selalu Melakukan Pesta Pora, Hingga Berdampak Pada Masa Depan Anak-Anak.
Oleh : Yulianus Nong Yufri.
Pesta pora sebagai bagian dari tradisi masyarakat di desa kerap kali dianggap sebagai perayaan besar yang mempererat tali silaturahmi antar warga.
Di beberapa desa, acara ini dilakukan secara rutin, baik dalam rangka memperingati hari-hari besar keagamaan, menyambut musim panen, pernikahan, maupun berbagai peristiwa penting lainnya.
Meskipun memiliki banyak manfaat sosial dan budaya, sering kali tradisi ini membawa dampak negatif yang kurang disadari, terutama terhadap masa depan generasi muda.
Dalam opini ini, saya akan menguraikan dampak dari tradisi pesta pora di masyarakat desa terhadap perkembangan anak-anak, baik dari aspek pendidikan, ekonomi keluarga, hingga pembentukan karakter generasi penerus.
Selain itu, akan disampaikan juga pandangan tentang bagaimana tradisi tersebut dapat diubah atau diadaptasi agar tetap relevan tanpa mengorbankan masa depan anak-anak.
1). Aspek Ekonomi dan Kesejahteraan Keluarga.
Pesta pora yang berulang dan besar-besaran memerlukan biaya yang tidak sedikit.
Banyak keluarga di desa yang rela mengeluarkan dana dalam jumlah besar untuk ikut berpartisipasi, meskipun kondisi ekonomi mereka tergolong pas-pasan.
Demi menjaga gengsi dan status sosial di mata tetangga, tak jarang mereka memaksakan diri untuk menggelar pesta mewah, bahkan dengan berutang.
Hal ini menjadi beban ekonomi yang besar, terutama bagi keluarga yang berpenghasilan rendah.
Konsekuensinya, dana yang seharusnya dialokasikan untuk kebutuhan pendidikan anak-anak, seperti membeli buku, seragam, atau membayar biaya sekolah, menjadi tersedot untuk pesta pora.
Dalam jangka panjang, ini dapat mengurangi kesempatan anak-anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak.
Pendidikan adalah kunci penting untuk membuka peluang masa depan yang lebih baik, tetapi dengan adanya tekanan ekonomi akibat pesta pora, potensi generasi muda menjadi terbatas.
Selain itu, anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan keluarga yang terbiasa dengan pola hidup boros dan glamor cenderung mengembangkan sikap konsumtif.
Mereka mungkin tidak belajar tentang pentingnya menabung atau mengelola keuangan dengan bijaksana.
Ini berpotensi membuat generasi mendatang sulit mengelola sumber daya mereka sendiri, yang pada akhirnya bisa menciptakan siklus kemiskinan yang terus berlanjut.
2). Pengaruh Terhadap Pendidikan Anak.
Seiring dengan berjalannya pesta pora, anak-anak kerap kali dilibatkan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Misalnya, anak-anak diharapkan membantu persiapan pesta, yang sering kali memakan waktu dan tenaga.
Akibatnya, mereka harus meninggalkan kegiatan belajar, baik di sekolah maupun di rumah.
Selain itu, setelah pesta berakhir, lingkungan yang penuh dengan sisa-sisa acara dan kelelahan orang tua bisa mengganggu suasana belajar anak di rumah.
Anak-anak juga cenderung terpapar pada pola pikir yang lebih mementingkan kemeriahan dan kesenangan sesaat daripada pendidikan.
Jika mereka melihat bahwa pesta pora lebih diprioritaskan daripada sekolah atau kegiatan belajar, mereka mungkin mulai meremehkan pentingnya pendidikan.
Ini bisa berdampak buruk pada prestasi akademik dan motivasi belajar mereka.
Di beberapa kasus, anak-anak bahkan mulai merasakan bahwa pendidikan bukanlah hal yang utama, karena budaya di sekitar mereka lebih banyak menyoroti hiburan dan perayaan.
Lebih dari itu, anak-anak yang sering terlibat dalam pesta pora tanpa pengawasan yang memadai bisa terdorong untuk meniru perilaku negatif, seperti mengonsumsi alkohol atau merokok sejak usia dini.
Jika ini dibiarkan, bukan hanya masa depan akademik mereka yang terancam, tetapi juga kesehatan fisik dan mental mereka.
3). Pembentukan Karakter dan Moralitas.
Salah satu dampak paling penting dari pesta pora yang berlebihan adalah bagaimana hal itu mempengaruhi pembentukan karakter dan moral anak-anak.
Dalam budaya yang terlalu memanjakan hiburan dan kesenangan, nilai-nilai kerja keras, disiplin, dan tanggung jawab cenderung terpinggirkan.
Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan ini mungkin memiliki persepsi bahwa hidup adalah tentang bersenang-senang, tanpa harus bekerja keras untuk mencapainya.
Padahal, pendidikan karakter sejak dini sangatlah penting untuk membentuk kepribadian yang baik.
Anak-anak perlu diajarkan tentang pentingnya usaha, tanggung jawab, dan berkontribusi kepada masyarakat.
Namun, pesta pora yang terus-menerus memberikan pesan bahwa kesenangan sesaat lebih berharga daripada komitmen jangka panjang.
Akibatnya, anak-anak mungkin mengalami kesulitan dalam membangun etos kerja yang baik, yang sangat penting untuk masa depan mereka.
Di sisi lain, dalam lingkungan yang terlalu fokus pada pesta dan kemewahan, nilai-nilai spiritual dan keagamaan sering kali terabaikan.
Padahal, banyak orang tua yang ingin anak-anak mereka tumbuh menjadi individu yang beriman dan bermoral baik.
Jika budaya pesta pora terus mendominasi, nilai-nilai spiritual yang diajarkan di sekolah atau rumah ibadah bisa tergerus oleh budaya materialisme dan hedonisme.
4). Peran Orang Tua dalam Mengubah Tradisi.
Orang tua memegang peran penting dalam menentukan masa depan anak-anak mereka.
Di tengah budaya pesta pora yang kental, orang tua seharusnya mampu menjadi teladan bagi anak-anak dengan menunjukkan prioritas yang benar dalam kehidupan.
Mereka perlu menyadari bahwa investasi dalam pendidikan dan moralitas anak jauh lebih penting dibandingkan dengan membiayai pesta yang hanya berlangsung sementara.
Selain itu, orang tua dapat berperan aktif dalam mengubah tradisi masyarakat agar lebih ramah terhadap masa depan anak-anak.
Misalnya, pesta pora bisa diganti dengan perayaan yang lebih sederhana namun tetap bermakna.
Alih-alih menghabiskan uang untuk pesta besar, dana tersebut bisa dialokasikan untuk kegiatan yang mendukung pendidikan, seperti mendirikan perpustakaan desa atau memberikan beasiswa bagi anak-anak yang berprestasi.
Orang tua juga harus memperkuat komunikasi dengan anak-anak, menjelaskan pentingnya pendidikan dan bagaimana pesta hanyalah bagian kecil dari kehidupan.
Dengan demikian, anak-anak tidak hanya memahami bahwa pendidikan adalah prioritas, tetapi juga belajar untuk hidup dengan bijak dan penuh tanggung jawab.
5). Alternatif dan Solusi
Untuk menjaga kelangsungan tradisi tanpa merugikan masa depan generasi muda, perlu adanya perubahan cara pandang terhadap pesta pora.
Beberapa alternatif yang bisa dilakukan antara lain:
_). Pengurangan skala pesta: Masyarakat dapat menyelenggarakan pesta dengan skala yang lebih kecil dan sederhana, namun tetap mempertahankan makna kebersamaan.
Ini tidak hanya menghemat biaya, tetapi juga mengurangi dampak negatif terhadap anak-anak.
_). Memfokuskan pada kegiatan edukatif: Alih-alih hanya bersenang-senang, pesta bisa diisi dengan kegiatan yang bersifat edukatif, seperti lomba keterampilan, seminar motivasi, atau diskusi tentang masa depan anak-anak.
_). Kolaborasi antarwarga untuk kegiatan sosial: Dana yang biasanya digunakan untuk pesta bisa dialokasikan untuk kegiatan sosial yang bermanfaat bagi masyarakat luas, seperti perbaikan infrastruktur desa, peningkatan fasilitas pendidikan, atau pelatihan keterampilan bagi anak-anak muda.
_). Menyertakan anak-anak dalam proses pengambilan keputusan: Dengan melibatkan anak-anak dalam merencanakan pesta, mereka bisa belajar tentang manajemen anggaran, tanggung jawab sosial, dan pentingnya membuat pilihan yang bijak.
Kesimpulan :
Pesta pora sebagai bagian dari tradisi masyarakat desa memang memiliki nilai positif dalam hal mempererat hubungan sosial, tetapi jika dilakukan secara berlebihan, hal ini dapat memberikan dampak negatif, terutama terhadap masa depan anak-anak.
Dalam kondisi di mana pendidikan anak-anak dan kesejahteraan keluarga menjadi taruhannya, diperlukan perubahan yang lebih bijak dalam menjalankan tradisi.
Orang tua dan masyarakat harus bersama-sama mencari solusi untuk menyeimbangkan antara tradisi dan masa depan generasi muda agar mereka tumbuh menjadi individu yang berpendidikan, bermoral, dan memiliki masa depan yang cerah.
GELSON _ PATROLINEWS86.COM