Terungkap Dugaan Jual Beli Tanah Carik di Jawa Barat, Pengamat Desak Gubernur Bentuk Tim Khusus Audit Aset Desa
Bandung
Sejumlah dugaan pelanggaran pengelolaan tanah carik di desa-desa wilayah Jawa Barat mulai mencuat ke permukaan. Praktik jual beli dan penguasaan sepihak terhadap aset desa yang semestinya digunakan untuk kepentingan publik, kini menjadi perhatian serius dari berbagai kalangan, termasuk pengamat kebijakan publik Agus Chepy Kurniadi.
Dalam pernyataan resminya, Sabtu (5/4/2025), Agus menyebut bahwa pihaknya menerima banyak laporan dari masyarakat desa mengenai penyimpangan yang melibatkan oknum kepala desa dan perangkatnya dalam pengelolaan tanah carik. Modus yang paling sering terjadi adalah menjadikan tanah carik sebagai milik pribadi, bahkan diperjualbelikan atau disewakan tanpa prosedur hukum yang sah.
“Tanah carik itu bukan warisan pribadi kepala desa. Itu aset publik yang wajib dikelola untuk kepentingan desa, bukan dikuasai untuk keuntungan sendiri. Tapi yang terjadi di lapangan, banyak tanah carik yang seolah sudah menjadi hak milik oknum tertentu, bahkan diwariskan kepada anak cucu,” ujarnya.
Agus menegaskan, bahwa praktik semacam ini tidak hanya melanggar peraturan perundang-undangan, tetapi juga menciptakan ketimpangan sosial di tingkat desa. Ia menyebut bahwa lemahnya pengawasan serta minimnya transparansi dalam pengelolaan aset desa menjadi faktor utama penyimpangan terus terjadi secara masif.
Sebagai respons, Agus mendesak Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, agar tidak tinggal diam. Ia meminta Gubernur segera mengambil langkah strategis dengan membentuk tim koordinasi lintas sektoral yang melibatkan Inspektorat Provinsi, Inspektorat Kabupaten/Kota, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD), serta unsur hukum dan masyarakat sipil, guna melakukan audit menyeluruh terhadap tanah-tanah carik yang berpotensi bermasalah.
“Gubernur memiliki kewenangan untuk menginstruksikan jajaran Inspektorat dan mendorong pemerintah kabupaten/kota melakukan penertiban aset desa. Ini bukan lagi isu lokal. Jika dibiarkan, akan menjadi preseden buruk terhadap tata kelola pemerintahan desa di Jawa Barat,” jelasnya.
Lebih jauh, Agus juga menyarankan agar Gubernur menerbitkan surat edaran khusus kepada seluruh bupati dan wali kota untuk segera melakukan pemetaan, evaluasi, serta pengawasan terhadap tanah carik di wilayah masing-masing. Ia meyakini, bahwa langkah ini akan menjadi fondasi penting dalam membangun transparansi dan akuntabilitas di tingkat desa.
“Kalau dibiarkan terus, masyarakat akan semakin kehilangan kepercayaan pada pemerintah desa. Padahal otonomi desa itu dibangun atas dasar partisipasi, bukan kekuasaan sepihak,” tambahnya.
Sementara itu, sejumlah aktivis agraria dan pemerhati desa di wilayah seperti Garut, Cianjur, Indramayu, dan Subang juga mulai menyuarakan keresahan yang sama. Mereka menyatakan siap berkolaborasi untuk menghimpun data, testimoni, dan bukti-bukti penyimpangan guna mendorong proses hukum dan audit administratif terhadap pengelolaan tanah carik.
Hingga berita ini dirilis, belum ada tanggapan resmi dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Namun tekanan publik terhadap pentingnya pembenahan tata kelola aset desa dipastikan akan terus menguat, seiring meningkatnya kesadaran masyarakat desa atas hak mereka terhadap sumber daya lokal. (Red)