Pertanggung Jawaban Pidana Untuk Pelaku Penganiayaan Di Bawah Pengaruh Minuman Beralkohol.
Oleh : Christian Sinatra Rosario, S.H
Kejahatan yang dilakukan akibat pengaruh minuman beralkohol nyatanya sangat meresahkan sehingga perlu untuk diperhatikan dan ditangani secara serius.
Hal lainnya ialah karena pentingnya penegakkan terhadap pelaku tindak pidana penganiayaan sebagaimana diberitakan oleh sejumlah media.
Disadari betul bahwa minuman beralkohol memiliki dampak yang besar dan menjadi salah satu pendorong tindakan kejahatan termasuk penganiayaan, Penganiayaan merupakan salah satu bentuk tindak pidana yang merugikan pihak lain baik secara fisik maupun mental.
1/. Konsep Pertanggungjawaban Pidana.
Pertanggungjawaban pidana harus harus diawali dengan penjelasan tentang perbuatan tindak pidana karena orang tidak bisa diminta bertanggung jawab tanpa adanya perbuatan yang menghasilkan tindak pidana.
Dasar adanya perbuatan tindak pidana yang dimana adanya asas legalitas dan dasar dapat dipidana ialah kesalahan berarti perbuatan tindak pidana bisa terpidana jika seseorang melakukan kesalahan.
Pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana merupakan konsep sentral yang dikenal dengan ajaran kesalahan.
Kesalahan dalam arti sempit dapat berbentuk sengaja ( opzet ) atau lalai ( culpa ).
Dalam bahasa Latin ajaran kesalahan ini disebut dengan sebutan mens rea.
Doktrin mens rea dilandaskan pada suatu perbuatan tidak mengakibatkan seseorang bersalah kecuali jika pikiran orang itu jahat.
Pertanggungjawaban pidana adalah penilaian apakah seseorang tersangka/terdakwa dapat dipertanggungjawabkan atas suatu tindak pidana yang terjadi.
2/. Pengertian Minuman Beralkohol.
Minuman beralkohol merupakan minuman yang mengandung etanol (C2H5OH) yang diproses dari bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi, baik dengan cara memberikan perlakuan terlebih dahulu atau tidak, menambahkan bahan lain atau tidak, maupun yang diproses dengan cara mencampur konsentrat dengan etanol atau dengan cara pengenceran minuman mengandung etanol.
Minuman beralkohol merupakan minuman yang mengandung alkohol dengan jumlah kadar tertentu yang dilegalkan untuk diperdagangkan sebagai barang dalam pengawasan.
3/. Faktor Pendorong Konsumsi Minuman Beralkohol.
Penggunaan alkohol pada masyarakat umumnya memiliki empat sifat yakni:
1). Pertama, sifat eksperimental bersumber dari dorongan rasa ingin tahu dan coba-coba mengkonsumsi alkohol.
2). Kedua, sifat rekreasional, yaitu seseorang mengkonsumsi alkohol pada acara rekreasi bersama seperti ulang tahun, tahun baru, dan pesta adat.
3). Ketiga, sifat situasional, ialah seseorang mengkonsumsi alkohol dengan tujuan tertentu secara individual untuk pemenuhan kebutuhan batin tertentu.
4). Keempat, penyalahgunan atau patologis ialah penggunaan alkohol secara rutin oleh individu atau kelompok.
Penyalahgunaan alkohol sering mengganggu fungsi dan peran seseorang di lingkungan sosial.
Seseorang sering kehilangan pekerjaan dan kesempatan kerja karena perilaku penyalahgunaan alkohol.
4/. Definisi Penganiayaan.
Menurut Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Indonesia, penganiayaan adalah perbuatan yang menyebabkan rasa sakit atau luka pada tubuh seseorang.
Penganiayaan dapat dikategorikan menjadi penganiayaan ringan, berat, dan penganiayaan yang mengakibatkan kematian.
-). Dilakukan oleh orang mabuk.
Mabuk berarti bahwa ia telah cukup banyak mengunsumsi minuman keras sehingga tidak dapat menguasai lagi salah satu dari panca inderanya.
-). Dilakukan di tempat umum.
Pengertian tempat umum tidak saja di ajalan umum tetapi juga di tempat-tempat yang dapat dikunjungi oleh orang banyak.
-). Merintangi lalu lintas, mengganggu ketertiban umum.
Orang mabuk tersebut secara nyata telah mengganggu ketertiban umum.
Tindak pidana penganiayaan diatur di dalam ketentuan Pasal 351 hingga Pasal 358 KUHP.
5/. Faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Penganiayaan Setelah Mengkonsumsi Minuman Beralkohol.
Penulis berhasil mendata sejumlah faktor penyebab terjadinya tindak pidana penganiayaan setelah mengonsumsi minuman beralkohol antara lain:
Faktor Internal.
Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri.
Berkaitan dengan kepribadian dari pelaku maupun korban yang menyebabkan terjadinya tindak pidana penganiayaan, seperti :
_). Perilaku Pelaku.
Perilaku menjadi faktor penting dalam tindak pidana penganiayaan akibat minuman beralkohol.
Data hasil kuisioner.
menunjukan bahwa terdapat sejumlah orang yang dikenal sebagai peminum atau memiliki kebiasaan berkumpul untuk mengkonsumsi minuman beralkohol.
Mereka telah terbiasa mengkonsumsi minuman beralkohol dan terbiasa mengganggu ketertiban umum seperti membuat keributan dan tidak suka jika ditegur.
Beberapa dari mereka malah tersinggung jika ditegur dan tidak segan melakukan pengancaman hingga penganiayaan. Informan yang penulis wawancarai juga mengakui bahwa mengkonsumsi minuman beralkohol telah menjadi kebiasaan mereka sejak lama.
_). Dendam.
Dalam kehidupan istilah dendam sering berkonotasi kepada perilaku yang bersifat negatif.
Dendam merupakan suatu perasaan yang lahir dari perasaan benci atau marah, dan seringkali dipendam secara rahasia oleh seorang individu atau kelompok kemudian timbul niat untuk membalas.
Perasaan dendam sebenarnya adalah perasaan yang ada dikarenakan dulunya merasa pernah sakit hati karena perbuatan seseorang atau kelompok dan belum sempat untuk membalas sakit hatinya.
_). Kurangnya kontrol dalam diri.
Kontrol diri adalah bagaimana cara individu dalam mengatur tingkah lakunya sendiri yang ia miliki kemampuan atau kecakapan dalam mengendalikan tingkah laku dengan cara menahan, menekan, mengatur atau mengarahkan dorongan keinginan dengan berbagai pertimbangan.
B. Faktor Eksternal.
Faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar artinya bukan dari dalam diri pelaku, melainkan pengaruh dari luar.
Beberapa faktor eksternal tersebut antara lain:
a). Lingkungan.
Berdasarkan kajian penulis, tindak pidana penganiayaan terjadi karena lingkungan sekitar.
Kondisi lingkungan pergaulan dengan anggota masyarakat yang sering berkumpul untuk mengkonsumsi minuman beralkohol menyebabkan lingkungan tempat tinggalnya menjadi lingkungan yang tidak sehat dan mempengaruhi beberapa anggota masyarakat lainnya untuk terlibat dalam kebiasaan tersebut.
b). Kontrol keluarga.
Kurangnya kontrol keluarga terhadap pelaku maupun anggota keluarga menjadi faktor penyebab pelaku melakukan tindak pidana penganiayaan. Penyimpangan-penyimpangan kecil yang dilakukan bila dibiarkan terus-menerus dan tidak dikontrol akan menjadi kebiasaan dan memicu munculnya perilaku menyimpang lainnya.
6/. Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Penganiayaan di Bawah Pengaruh Minuman Beralkohol.
Seseorang dapat dipidana jika orang tersebut telah melakukan perbuatan yang bersifat melawan hukum serta mempunyai kesalahan, dan mampu bertanggung jawab.
Kesalahan adalah adanya keadaan psikis tertentu pada orang yang melakukan perbuatan pidana dan adanya hubungan antara keadaan tersebut dengan perbuatan yang dilakukan sehingga orang itu dapat dicela karena melakukan perbuatan.
Kesalahan dalam pidana harus memperhatikan dua hal yakni adanya keadaan psikis (batin) tertentu, dan adanya hubungan yang tertentu antara keadaan batin tersebut dengan perbuatan yang dilakukan hingga menimbulkan celaan.
Suatu tindakan pidana didasari oleh asas legalitas.
Asas legalitas menentukan bahwa suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah mengaturnya (sesuai dengan Pasal 1 ayat (1) KUHP).
Artinya, suatu perbuatan hanya dapat dipidana jika telah diatur atau dilarang sebelumnya di dalam undang-undang.
Dasar dapat dipidananya pelaku adalah azas kesalahan. Hal ini mengandung arti bahwa pelaku tindak pidana hanya dapat dipidana jika ia mempunyai kesalahan dalam melakukan tindak pidana tersebut.
Dari kata seseorang mampu bertanggungjawab (toerekenningsvatbaar), dapat dilihat dari keadaan jiwanya maupun kemampuan jiwanya, antara lain:
a). Keadaan Jiwanya.
1). Tidak terganggu oleh penyakit terus menerus atau sementara (temporair);
2). Tidak cacat dalam pertumbuhan (gagu, idiot, imbecile);
3). Tidak terganggu karena terkejut, hipnotisme, amarah yang meluap, pengaruh bawah sadar (reflexe beweging), melindur (slaapwandel), mengingau karena demam (koorst).
Dengan perkataan lain harus dalam keadaan sadar.
b). Kemampuan jiwanya.
1/. Dapat menginsyafi hakekat dari tindakannya;
2/. Dapat menentukan kehendaknya atas tindakan tersebut,apakah akan dilaksanakan atau tidak;
3/. Dapat mengetahui ketercelaan dari tindakan tersebut.
Kemampuan bertanggungjawab didasarkan keadaan dan kemampuan jiwa (geestelijkevermogens), dan bukan kepada keadaan dan kemampuan berpikir (verstandelijkevermogens) dari seseorang.
Pertanggungjawaban pidana dimaksudkan untuk menentukan apakah seorang tersangka atau terdakwa dipertanggungjawabkan atas suatu tindak pidana yang terjadi atau tidak.
Dengan perkataan lain, apakah terdakwa akan dipidana atau dibebaskan.
Jika ia dipidana, harus terbukti bahwa tindakan yang dilakukan itu bersifat melawan hukum dan terdakwa mampu bertanggung jawab.
Kemampuan tersebut memperlihatkan kesalahan dari petindak yang berbentuk kesengajaan atau kealpaan.
Artinya tindakan tersebut tercela dan tertuduh menyadari tindakan yang dilakukan tersebut.
Hubungan pelaku dengan perbuatannya dalam rangka mempertanggungjawabkan perbuatannya, harus ada hubungannya agar supaya dapat ditentukan pemidanaan kepada pelaku.
Pemidanaan kepada pelaku harus diteliti dan dibuktikan bahwa:
a). Subyek harus sesuai dengan perumusan undang-undang;
b). Terdapat kesalahan pada petindak;
c). Tindakan itu harus bersifat melawan hukum;
d). Tindakan itu dilarang dan diancam dengan pidana oleh undang-undang dalam arti luas;
e). Tindakan yang dilakukan sesuai dengan tempat, waktu dan keadaan-keadaan lainnya yang ditentukan dalam undang-undang.
Tindak pidana penganiayaan dapat dimintai pertanggungjawaban pidana.
Sesuai asas legalitas, penganiayaan telah diatur secara lengkap di dalam ketentuan Pasal 351 hingga Pasal 358 KUHP.
Tindakan penganiayaan baik berupa penganiayaan ringan, penganiayaan berat, penganiayaan ringan berencana dan penganiayaan berat berencana merupakan bentuk kejahatan.
Pertanggungjawaban pidana pelaku penganiayaan merupakan bentuk pertanggungjawaban hukum dari perbuatan penganiayaan yang dilakukan oleh seseorang berupa penjatuhan sanksi pidana tertentu.
Sanksi pidana bagi pelaku penganiayaan berupa pidana penjara dan denda.
Pelaku penganiayaan secara umum dapat dijatuhi sanksi pidana sebagai berikut:
1). Penganiayaan Ringan, dijatuhi sanksi pidana berupa pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak Rp.4.500,00 (empat ribu lima ratus rupiah).
Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu terhadap orang yang bekerja padanya, atau menjadi bawahannya.
Hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 352 KUHP.
2). Penganiayaan ringan berencana dijatuhi pidana penjara paling lama empat tahun dan dapat dikenakan pidana penjara paling lama 7 tahun bila mengakibatkan luka-luka berat (Pasal 353KUHP).
3). Penganiayaan berat dapat dijatuhi pidana penjara paling lama 8 tahun (Pasal 354 KUHP).
4). Penganiayaan berat berencana dapat dijatuhi pidana penjara paling lama 12 tahun penjara (Pasal 355 KUHP).
Ketentuan sanksi pidana di atas merupakan sanksi yang secara umum dapat dijatuhi kepada pelaku penganiyaan.
KUHP tidak merincikan bagaimana kondisi dari pelaku dalam melakukan penganiayaan termasuk dalam keadaan mabuk.
Artinya, baik pelaku dalam keadaan normal maupun dalam keadaan mabuk dijerat dengan ketentuan yang sama.
Hal tersebut mengundang perhatian lebih bagi penulis yang mana kebersalahan seorang yang mabuk dalam melakukan penganiayaan dinilai lebih tinggi dibandingkan jika dilakukan dalam keadaan normal.
Pelaku penganiayaan di bawah pengaruh minuman beralkohol mestinya dapat dituntut pertanggungjawaban pidana yang lebih berat.
Jika melihat pengaturan tentang penyalahgunaan minuman beralkohol atau minuman keras yang ada dalam KUHP, maka hal mabuk ini termasuk klasifikasi tindakan pelanggaran yang diatur dalam Buku III KUHP tentang Pelanggaran.
Dengan terklasifikasinya perbuatan mabuk dalam tindakan pelanggaran maka sanksi yang diancamkan hanyalah berupa sanksi kurungan ataupun sanksi denda.
Namun apabila, tindakan penyalahgunaan minuman beralkohol atau minuman keras ini sudah disertai dengan tindak pidana yang berupa penganiayaan, maka pelaku dapat dimintakan pertanggungjawaabannya melalui Pasal 351 KUHP.
Keadaan mabuk seseorang tidak menjadikan orang tersebut dikurangi hukumannya atau dikenakan hukuman sebagaimana yang diatur dalam pasal-pasal tentang Pelanggaran dalam Buku III KUHP.
Justru orang yang mabuk dapat diancam dengan pasal-pasal KUHP lainnya jika dia melakukan tindak pidana lainnya dalam keadaan mabuk.
Dampak kerugian yang ditimbulkan dari mengkonsumsi minuman beralkohol salah satunya ialah tindakan penganiayaan. Ketentuan pasal di atas dapat dijatuhi kepada seseorang yang melakukan tindakan penganiayaan termasuk juga terhadap orang yang sedang di bawah pengaruh minuman beralkohol.
Tindakan yang demikian melanggar ketentuan Pasal 492 ayat (1) KUHP yang menyatakan:
● Barangsiapa dalam keadaan mabuk di muka umum merintangi lalu lintas atau mengganggu ketertiban, atau mengancam keamanan orang lain, atau melakukan sesuatu yang harus dilakukan dengan hati-hati atau dengan mengadakan tindakan penjagaan tertentu terlebih dahulu agar jangan membahayakan nyawa atau kesehatan orang lain diancam dengan pidana kurungan paling lama enam hari atau pidana denda denda paling banyak tiga ratus tujuh puluh lima rupiah.
Ketentuan di atas jelas ditujukan bagi seseorang yang tengah mengalami penurunan kesadaran akibat mengkonsumsi minuman beralkohol.
Selain dinilai mengganggu ketertiban umum, perilaku mengkonsumsi minuman beralkohol di tempat umum juga nyatanya melanggar ketentuan yang seharusnya.
Berdasarkan ketentuan tersebut, kebiasaan mengkonsumsi minuman beralkohol di beberapa tempat seperti di tempat umum, di pinggir jalan yang kemudian diikuti dengan tindakan mengganggu ketertiban umum dan bahkan melakukan tindakan penganiayaan jelas merupakan pelanggaran atas sejumlah peraturan perundang-undangan.
Tindakan demikian tentu bukan merupakan pelanggaran tunggal sehingga mesti diterapkan sejumlah ketentuan sanksi pidana agar dapat menimbulkan efek jera bagi pelaku.
Mengingat bahwa pelaku memiliki kebersalahan berganda yakni bahwa telah mengganggu ketertiban umum, melanggar ketentuan tempat yang diperbolehkan dalam mengkonsumsi minuman beralkohol, maka sanksi bagi pelaku harus dapat diperberat sesuai dengan kesalahan yang dilakukan.
Ketentuan Pasal 351 KUHP secara umum dapat diterapkan bagi pelaku penganiayaan akibat pengaruh minuman beralkohol dan dapat juga mempertimbangkan ketentuan Pasal 492 ayat (1) KUHP serta ketentuan lain termasuk Pasal 16 ayat (3) dan ayat (6) Perbup Sikka 42/2019.
Pertanggungjawaban pidana bagi pelaku peneganiayaan yang berada di bawah pengaruh minuman beralkohol pertama-tama ditilik dari kesalahannya. Bahwa keadaan mabuk tidak meniadakan unsur kemampuan bertanggungjawab dari pelaku.
Atas dasar tersebut maka pelaku tetap dapat dituntut pertanggungjawaban pidana serturut ketentuan Pasal 351 KUHP.
Selain itu, tindakan pelaku yang telah melanggar ketertiban umum akibat mengkonsumsi minuman beralkohol dapat dikenakan jeratan Pasal 492 ayat (1) KUHP.
GELSON _ PATROLINEWS86.COM