Revitalisasi Kampung Adat
Oleh : Kanisius Lavanto.
Kampung-kampung adat adalah situs peninggalan leluhur kita terdahulu yang menceritakan kearifan dan filosofi hidup mereka sendiri.
Sebagai generasi penerus sudah seharusnya generasi muda melestarikan kampung- kampung adat sehingga beberapa generasi mendatang masih bisa merasakan dan belajar dari situs peninggalan leluhur mereka.
Revitalisasi kampung adat harus kita lakukan secepat mungkin agar dimasa depan anak cucu masih mau dan nyaman mendiami kampungnya.
Fasilitas hunian modern harus disinergikan dengan rumah-rumah di kampung adat seperti kampung adat Hewokloang.
Sesuatu yang menurut hemat saya sangat bagus dan perlu ditumbuh kembangkan.
Hampir seluruh rumah-rumah di kampung adat Hewokloang kembali ke era leluhur yakni dengan membangun rumah adat atau lepo.
Kampung adat pintar, bersih dan mandiri adalah tiga hal pokok yang harus diaplikasikan pada revitalisasi kampung adat.
Generasi baru kampung adat harus menjadi manusia-manusia yang pintar dan cerdas dengan demikian kehadiran rumah pintar diperlukan di dalam kampung adat sebagai sarana dan tempat belajar bagi generasi muda.
Sejatinya di dalam rumah adat pintar harus terdapat perpustakaan mini, komputer beserta fasilitas wifi dan sarana belajar penunjang lainnya untuk meretas ketertinggalan generasi muda kita teristimewa generasi muda kita yang hidup di kampung-kampung.
Walaupun hidup dan tinggal di kampung, generasi muda kita harus akrab dengan teknologi, melihat perkembangan dunia sehingga mampu mempertahankan jati diri ditengah derasnya arus globalisasi.
Generasi muda harus bertransformasi menjadi manusia pintar dan cerdas pikiran maupun perbuatan.
Jangan heran ketika generasi muda kita akan berpaling dari dunia kekerasan, minuman keras (miras), tawuran, narkoba, pembunuhan, judi dan lain-lainnya ketika mereka sudah belajar banyak dari dunia luar melalui informasi dan Teknologi (IT).
Kebiasaan generasi muda dengan menghabiskan waktu mereka seperti yang diulas di atas akan semakin berkurang dan akan sangat mungkin akan menjadi hilang atau punah.
Desa Waiara, Desa Adat Hewokloang dan beberapa desa lainnya yang sudah di tetapkan oleh pemerintah pusat melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sikka menjadi Desa wisata harus menjadi modal dan kebanggaan tersendiri bagi kita semua teristimewa masyarakat di Desa Waiara dan Hewokloang serta beberapa desa lainya itu sendiri.
Masyarakat kampung adat atau desa adat juga harus belajar bersampah dengan baik, belajar memilah sampah organik dan non organik kemudian mengatur pembagian wilayah manusia dengan hewan peliharaanya.
Pemahaman dan pengetahuan mengenai pengolahan dan sistem daur ulang sampah harus dipelajari dan diaplikasikan oleh masyarakat kampung. Misalnya, dalam pemanfaatan dan pengolahan sampah organik menjadi kompos bahkan biogas.
Mestinya rumah-rumah pada kampung di Maumere seperti Kampung Sikka, kampung Lela, kampung Paga (Desa Lenandareta), kampung Hewokloang, kampung Maget, Kampung Baomekot, Kampung Botang dan kampung-kampung lainnya dibangun kembali dengan memaksimalkan bahan lokal sehingga ciri khas, keunikan dan kearifan lokal yang diwariskan oleh leluhur kita harus terus dilestarikan dan dijaga.
Kayu merupakan material utama dalam membuat rumah adat.
Saat ini kayu sudah menjadi material yang sangat sulit dan bahkan langka dan harganya sangat tinggi.
Namun demikian tidak menjadi alasan buat kita untuk mengubah dari kayu menjadi batu.
Ciri khas, keunikan, dan keraifan lokal yang diwariskan oleh leluhur kita akan menjadi hilang dan bahkan punah ketika kebiasaan mengubah dengan mengikuti perkembangan jaman yang edan ini terus digalakan.
Mengganti kayu dengan material alternatif lain yang lebih sustainable sangatlah tepat.
Bambu adalah salah satu bahan lokal yang dapat menjadi alternatif pengganti kayu, bambu adalah bahan yang alami, serba guna, terbarukan dan dikenal dalam dunia arsitektur modern yang sebagai salah satu material untuk bangunan berkelanjutan atau yang biasa dikenal dengan istilah green building.
Penggunaan material bambu oleh masyarakat tradisional bukanlah hal yang baru.
Bambu sudah banyak digunakan pada bangunan-bangunan tradisional sebagai material pengisi atau pendukung.
Tentu penggunaan bambu dengan cara modern, mengaplikasikan bambu sebagai material strukultur masih sangat sedikit bahkan tidak ditemui lagi saat ini.
Sedikit menoleh kebelakang di era tahun ’90-an hadir sebuah yayasan yang cukup concern atau peduli soal pemanfaatan bambu sebagai bahan bangunan.
Dengan sistem pengawetan dan proses pembuatan rumah bambu yang artistik dan modern.
Sepak terjang yayasan inipun cukup membuat mata masyarakat terbuka setiap kali mereka melintasi rumah-rumah hasil buatannya.
Peralatan rumah tangga sperti : kursi, meja, tempat tidur, lemari dan lainnya menjadi suguhan yang cukup menarik dan terpesona bagi setiap mata yang melihatnya.
Menjadi kebanggaan masyarakat Maumere, pengelolah dan bahkan pemiliknya saat itu karena nama Maumere sempat berkibar megah dibeberapa negara karena mampu memanfaatkan bambu mengadi medium utama untuk membangun sebuah rumah yang lengkap dengan pernak-pernik didalamnya.
Namun sungguh sayang yayasan itupun kini tinggal nama dengan puing-puing bangunanya yang tersisa.
Tidakkah kita menghidupkannya kembali ?
Dengan tidak bermaksud menyindir atau menyinggung perasaan orang namun lebih dari itu adalah mengangkat kembali ciri khas, keunikan serta kearifan lokal kita.
Hal ini tentu sejalan dengan program pemerintah saat ini yang menempatkan pariwista sebagai sektor inti ( core sector).
Pariwisata murni tidak mengenal bangunan megah dengan perlengkapannya yang serba modern namun keaslian dan keunikan daerah itu yang menjadi modal utamanya.
Kampung-kampung adat yang sudah ditetapkan sebagai kampung wisata seperti Hewokloang, Waiara, Sikka, Lela dan lainnya hanya dapat bertahan jika kampung-kampung tersebut di kelolah dengan mandiri oleh sumber daya manusia (SDM) kampung adat itu sendiri.
Lahan-lahan pertanian maupun perkebunan kampung harus dimanfaatkan dengan maksimal dan dipadukan dengan peran para ahli maupun penyuluh pertanian agar perkembangan dan kemajuan teknologi pertanian diaplikasikan lahan-lahan pertanian maupun perkebunan kampung sehingga dapat meningkatkan kapasitas produksi dan langkah-langkah pengolahan hasil pertanian paska panen.
Perhatian semacam ini yang terus digalakan oleh pemerintahan daerah propinsi Bali yang membuatnya tidak pernah sepih dari kunjungan wisatawan baik domestik maupun mancanegara.
Sesungguhnya ketika dibandingkan alam Bali dengan alamnya Maumere sama indahnya.
Keberadaan tempat-tempat pariwisata justru lebih banyak Maumere ( Sikka ) ketika di bandingkan dengan Bali.
Banyak objek pariwista merupakan hasil buatan manusia ( hand made ) sementara objek pariwisata yang dimiliki oleh Maumere ( Sikka ) masih orisinil (original).
Namun jujur kita harus mengakui bahwa Bali lebih unggul karena perhatian pemerintah setempat memiliki nilai lebih dan patut dijadikan teladan untuk kita semua.
Sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin terjadi ketika kita (PEMDA) serius dan mau menempatkan sektor pariwisata ini menjadi sektor yang menjanjikan yang mampu mendobrak ketertinggalan kita.
Harus diakui bahwa sektor pariwisata adalak sektor yang mampu mengubah kehidupan masyarakatanya serta pertumbuhan dan perkembangan ekonominya.
GELSON _ PATROLINEWS86.COM